Studi Al-Quran

ULUMUL QURAN

Al-Qur’an merupakan pedoman pertama dan utama bagi umat Islam. al- Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab, namun yang menjadi masalah dan pangkal perbedaan adalah kapasitas manusia yang sangat terbatas dalam memahami al- Qur’an. Karena pada kenyataannya tidak semua yang pandai bahasa Arab, sekalipun orang Arab sendiri,mampu memahami dan menangkap pesan Ilahi yang terkandung di dalam al-Qur’an secara sempurna. Terlebih orang ajam (non-Arab). Bahkan sebagian para sahabat nabi, dan tabi’in yang tergolong lebih dekat kepada masa nabi, masih ada yang keliru menangkap pesan al-Qur’an.

Kesulitan-kesulitan itu menyadarkan para sahabat dan ulama generasi berikutnya akan kelangsungan dalam memahami al-Qur’an. Mereka merasa perlu membuat rambu-rambu dalam memahami al-Qur’an. Terlebih lagi penyebaran Islam semakin meluas, dan kebutuhan pada pemahaman al-Qur’an menjadi sangat mendesak. Hasil jerih payah para ulama itu menghasilkan cabang ilmu al-Qur’an yang sangat banyak. Adanya permasalahan tersebut menjadi urgensi dari ilmu- ilmu al-Qur’an sebagai sarana menggali pesan Tuhan, serta untuk mendapat pemahaman yang benar terhadap al-Qur’an.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka permasalahan yang menjadi bahan kajian dalam makalah ini adalah sebagai berikut :

  1. Apa pengertian Ulumul Qur’an?
  2. Apa saja ruang lingkup dan pokok bahasan Ulumul Qur’an?
  3. Bagaimana sejarah pertumbuhan Ulumul Qur’an?
  4. Apa saja karya-karya Ulumul Qur’an era modern?
  5. Apa manfaat, urgensi dan tujuan mempelajari Ulumul Qur’an?


PEMBAHASAN

A. Pengertian Ulumul Quran

Ulumul  Qur’an   berasal  dari  bahasa  Arab  yang  terdiri  dari  dua   kata penyusun,  yaitu  ‘Ulum  dan  al-Qur’an.  Kata  ‘Ulum  sendiri  merupakan  bentuk jamak  dari  kata  ‘ilm.  ‘Ulum  berarti  al-fahmu  wa  al-ma’rifat  (pemahaman  dan pengetahuan). Sedangkan,  ‘Ilm  yang berarti  al-fahmu  wa  al-idrak  (paham  dan menguasai)1.  Sebelum  melangkah  ke  pengertian  Ulumul  Qur’an,  perlu  terlebih dahulu mengetahui apa hakikat dari al-Qur’an itu sendiri. Kata al-Qur'an berasal dari  bahasa  Arab  merupakan  akar  kata  dari  qara’a  (membaca).  Pendapat  lain bahwa lafal al-Quran yang berasal dari akar kata qara'a juga memiliki arti al-jam'u (mengumpulkan  dan  menghimpun).  Jadi lafal  qur’an  dan  qira'ah  memiliki arti menghimpun dan mengumpulkan sebagian huruf-huruf dan kata-kata yang satu dengan yang lainnya.

Pengertian al-Qur’an menurut Quraish Shihab secara harfiah berarti bacaan sempurna, al-Qur’an   berarti bacaan atau yang dibaca. Makna  al-Qur’an, sebagai bacaan sesuai dengan firman Allah Swt. dalam QS. al-Qiyamah/75: 17-18;

Terjemahnya:

“Sesungguhnya Kami yang akan membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu. Apabila Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu”

Dalam ayat tersebut bacaan merujuk kepada al-Qur’an. Adapun secara terminologi, al-Qur’an didefinisikan menurut para ulama sebagai berikut:

  1. Muhammad ‘Abd al-Azim al-Zarqani memberikan pengertian sebagai berikut:
  1. Artinya:

    al-Qur’an adalah firman Allah Swt, yang mengandung mukjizat, yang diturunkan   kepada   Nabi  Muhammad  saw,  yang   tertulis   dalam   mushaf, diriwayatkan secara mutawatir yang merupakan ibadah bagi yang membacanya.

  2. Imam Jalal al-Din al-Suyuthi mengemukakan definisi al-Qur’an ialah firman Allah swt. yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. sebagai mukjizat, walaupun hanya dengan satu surah daripadanya.
  3. Mardan mendefinisikan al-Qur’an yang lebih luas, ia mendefinisikan al- Qur’an yaitu firman Allah swt. yang mengandung mukjizat, yang diturunkan kepada penutup para nabi dan Rasul dengan perantara malaikat Jibril as., yang tertulis dalam mushaf disampaikan secara mutawatir yang dianggap sebagai ibadah bagi yang membacanya, yang dimulai dengan surah al-Fatihah dan ditutup dengan surah al-Nas.
  4. Muhammad ‘Abd al-Rahim mengemukakan bahwa al-Qur’an adalah kitab samawi yang diwahyukan Allah Swt. kepada Rasul-Nya, Muhammad saw. penutup para nabi dan rasul melalui perantaraan Jibril yang disampaikan kepada generasi berikutnya secara mutawatir (tidak diragukan), dianggap ibadah bagi orang yang membacanya.

Berdasarkan definisi tersebut diperoleh unsur-unsur penting yang tercakup definisi al-Qur’an yaitu:

  1. Firman Allah swt. yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw;
  2. Diturunkan melalui perantaraan malaikat Jibril as;
  3. Berbahasa Arab;
  4. Diterima secara mutawatir;
  5. Ditulis dalam sebuah mushaf;
  6. Membacanya bernilai ibadah;
  7. Sebagai bentuk peringatan, petunjuk, tuntunan, dan hukum yang digunakan umat manusia untuk sebagai pedoman untuk menggapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

Kedudukan al-Qur’an sebagai sumber utama dan pertama dijelaskan dalam QS al-Nahl/16: 64;

Dan Kami tidak menurunkan kepada al-Kitab (al-Qur’an) ini melainkan agar kamu dapat menjelakan kepada mereka perselisihan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman

Demikian pula firman Allah Swt. QS Sad/38: 29 sebagai berikut,

“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperlihatkan ayat-ayat-Nya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran."

Kedua ayat tersebut mengungkapkan bahwa pada hakikatnya al-Qur’an itu merupakan khazanah utama dan penting bagi kehidupan, kebudayaan dan peradaban umat manusia terutama menyangkut aspek kerohanian, al-Qur’an merupakan pedoman pendidikan kemasyarakatan, moral dan spiritual.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut maka dapat dijelaskan bahwa Ulumul Qur’an adalah sejumlah pengetahuan (ilmu) yang berkaitan dengan Al- Qur’an baik secara umum seperti ilmu-ilmu agama Islam dan bahasa Arab, dan secara khusus adalah kajian tentang al-Qur’an seperti sebab turunnya al-Qur’an, Nuzul al-Qur’an, nasikh mansukh, I’jaz, Makki Madani, dan ilmu-ilmu lainnya.

Ulumul Qur’an secara terminologi oleh ulama didefinisikan sebagai berikut,

1.     Imam al-Zarqani

Artinya: Sejumlah pembahasan yangberkaitan dengan al-Qur’an al karim dari segi turunnya, urutannya, pengumpulannya, penulisannya, bacaannya, tafsirnya, kemukjizatannya, nasikh-mansukhnya, dan penolakan hal-hal yang meragukannya dan selainnya.

2.     Manna’ al-Qaththan

Artinya: Ilmu yang membicarakan bahasan-bahasan yang berkaitan dengan al-Qur’an dari sisi pengetahuan asbab an-nuzul, pengumpulan al-Qur’an, urutannya, pengetahuan tentang surat Makkiy dan Madaniy, nasikh-mansukh, muhkam dan mutasyabih dan bahasan lain yang berhubungan dengan al-Qur’an.

3.     Imam al-Suyuthi

Artinya: Ilmu yang membahas keadaan Kitab al-Qur’an dari aspek turunnya, sanadnya, adabnya, lafaz-lafaznya, makna-maknanya yang berkaitan dengan hukum dan selainnya.

4.     Muhammad Abu Syuhbah

Artinya: Ilmu yang memiliki beberapa pembahasan yang berkaitan dengan al-Qur’an al-karim dari sisi turunnya, urutannya, penulisannya, pengumpulannya, qiraatnya, tafsirnya, mukjizatnya, nasikh mansukhnya, muhkam mutasyabihnya dan pembahasan yang tersebut dalam ilmu ini.

B.  Ruang Lingkup dan Pokok Bahasan Ulumul Quran

Ruang lingkup pembahasan Ulumul Qur’an pada dasarnya luas dan sangat banyak karena segala aspek yang berhubungan dengan al-Qur’an, baik berupa ilmu agama seperti tafsir, ijaz, dan qira'ah, maupun ilmu-ilmu bahasa Arab seperti ilmu balaghah dan ilmu irab al-Qur’an adalah bagian dari Ulumul Qur’an. Di samping itu, banyak lagi ilmu-ilmu yang terangkum di dalamnya. As-Suyuthi dalam kitab al-Itqan misalnya, menguraikan sebanyak 80 cabang Ulumul Qur’an. Dari tiap- tiap cabang terdapat beberapa macam cabang ilmu lagi. Bahkan menurut Abu Bakar Ibn al-Arabi sebagaimana dikutib as-Suyuthi, Ulumul Qur’an itu terdiri dari 77.450 cabang ilmu. Hal ini didasarkan kepada jumlah kata yang terdapat dalam al-Qur’an, dimana tiap kata dikalikan empat. Sebab, setiap kata dalam al-Qur’an mengandung makna dzahir, batin, terbatas, dan tidak terbatas.

Namun, menurut  Hasbi  ash-Shidiqie  (1904-1975  M),  berbagai macam pembahasan Ulumul Qur'an tersebut pada dasarnya dapat dikembalikan kepada beberapa pokok bahasan saja, antara lain:

1.       Nuzul. Aspek ini membahas tentang tempat dan waktu turunnya ayat atau surah al-Qur’an. Misalnya: makkiyah, madaniyah, safariyah, hadhariah, nahariyah, syita'iyah, lailiyah, shaifiyah, dan firasyiah. Pembahasan ini juga meliputi hal yang menyangkut asbab an-nuzul dan sebagainya.

2.   Sanad. Aspek ini meliputi hal-hal yang membahas sanad yang mutawatir, syadz, ahad, bentuk-bentuk qira'at (bacaan) Nabi, para penghapal dan periwayat al-Qur’an, serta cara tahammul (penerimaan riwayat).

3.      Ada’ al-Qira'ah. Aspek ini menyangkut tata cara membaca al-Qur'an seperti waqaf, ibtida', madd, imalah, hamzah, takhfif, dan idgham.

4.  Aspek pembahasan yang berhubungan dengan lafazh al-Qur’an, yaitu tentang gharib, mu'rab, musytarak, majaz, muradif, isti'arah, dan tasybih.

5.  Aspek pembahasan makna al-Qur’an yang berhubungan dengan hukum, misalnya ayat yang bermakna 'amm dan tetap dalam keumumannya, ‘amm yang dimaksudkan khusus, 'amm yang dikhususkan oleh sunnah, nash, zhahir, mujmal, mufashshal, mafhum, manthuq, muthlaq, muqayyad, muhkam, mutasyabih, musykil, nasikh mansukh, mu'akhar, muqaddam, ma'mul pada waktu tertentu, dan ma'mul oleh seorang saja. yang berhubungan dengan lafazh, yaitu fashl, washl, ithnab, ijaz, musawah, dan gashr

Aspek Pembahasan makna al-Qur’an  Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa secara garis besar pokok bahasan Ulumul Qur'an terbagi menjadi dua aspek utama, yaitu: Pertama, ilmu yang berhubungan dengan riwayat semata-mata, seperti ilmu yang mempelajari tentang jenis-jenis bacaan (qira'at), tempat dan waktu turun ayat- ayat atau surah al-Qur’an (makkiah-madaniah), dan sebab-sebab turunnya al- Qur’an (asbab an-nuzul). Kedua, yaitu ilmu yang berhubungan dengan dirayah, yakni ilmu yang diperoleh dengan jalan penelaahan secara mendalam, misalnya pemahaman terhadap lafazh yang gharib (asing) serta mengetahui makna ayat- ayat yang berkaitan dengan hukum.


C. Sejarah Pertumbuhan Ulumul Quran

Ulumul Qur'an tidak lahir sekaligus sebagai ilmu yang terdiri dari berbagai macam  cabang.  Ulumul   Qur'an   menjadi  suatu   disiplin   ilmu  melalui   proses pertumbuhan  dan  perkembangan  sesuai  dengan  kesempatan  dan  kebutuhan untuk  membenahi  al-Qur’an  dari  segi  keberadaan  dan  pemahamannya.   Oleh karena  itu,  sebagai  seorang  muslim  perlu  untuk  mempelajari  sejarah  ulumul Qur’an dimana az-Zarqani mengklasifikasikan sejarah Ulumul Qur’an menjadi tiga tahap perjalanan13  sebagai berikut:

1.      Sebelum Masa Kodifikasi

Pada masa Rasulullah Saw. dan para sahabat, Ulumul Qur’an belum dikenal sebagai suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri dan tertulis. Para sahabat yang merupakan orang-orang Arab asli pada masa itu dapat merasakan struktur bahasa Arab yang tinggi dan memahami apa yang diturunkan kepada Rasul. Apabila mereka menemukan kesulitan dalam memahami ayat-ayat tertentu, maka mereka menanyakannya langsung kepada Rasul Saw.

Adapun sebab-sebab mengapa Ulumul Qur’an belum dikodifikasikan pada masa Nabi dan Sahabat, yaitu antara lain:

a.     Pada umumnya para sahabat adalah ummi (tidak dapat menulis dan membaca), bahkan kurang mengenal adanya bacaan dan tulisan.

b.     Terbatasnya alat-alattulis di kalangan mereka kala itu sehingga mereka menuangkannya pada pelepah kurma, tulang belulang, kulit binatang, dan lain sebagainya. Karena itu tidak mudah bagi mereka untuk membukukan atau mengkodifikasi apa yang mereka dengar dari Rasulullah Saw.

c.       Mereka dilarang menulis sesuatu hal selain daripada al-Qur’an karena dikhawatirkan tulisan tersebut akan tercampur aduk dengannya. Sebagaimana ditegaskan Nabi Saw.: Dari Abu Sa'id al-Khudri, bahwa Rasul Saw. bersabda: “Janganlah kalian menulis (apa pun) dariku. Dan barangsiapa menulis selain al-Qur’an, maka sebaiknya ia menghapusnya.” (HR. Muslim)

d.         Sahabat adalah orang Arab asli sehingga mereka dapat menikmati al-Qur’an secara langsung dengan ketulusan jiwa, mereka juga dapat menerima, menyerap dan menyampaikan al-Qur’an dengan cepat.

Karena beberapa sebab itulah, Ulumul Qur’an pada masa ini tidak ditulis. Kondisi seperti ini berlangsung selama dua masa kepemimpinan khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq dan khalifah Umar bin Khattab. Meskipun demikian, generasi sahabat tetap merupakan generasi Islam pertama yang memiliki andil cukup signifikan dalam proses penyebaran ajaran Islam, termasuk di dalamnya Ulumul Qur’an, baik secara talaqqi maupun syafawi, bukan secara tadwini dan kitabah (kodifikasi).

2.     Permulaan Masa Kodifikasi

Wilayah Islam pada era khalifah Utsman bin Affan semakin bertambah luas sehingga terjadi perbauran antara masyarakat Arab dan bangsa-bangsa yang tidak mengetahui bahasa Arab ('ajam). Keadaan demikian menimbulkan kekhawatiran sebagian dari sahabat akan tercemarnya keistimewaan bahasa Arab, bahkan lebih dikhawatirkan akan merusak qira'ah al-Qur’an yang menjadi standar bacaan masyarakat arab pada saat itu. Sebagai solusi maka disalinlah dari tulisan- tulisan aslinya sebuah al-Qur’an yang kemudian dikenal dengan mushaf imam. Proses penyalinan al-Qur’an ini dilakukan dengan model tulisan ar-rasm al- utsmani. Model penulisan al-Qur’an yang kemudian dikenal sebagai ilmu ar-rasm al-Utsmani (ilmu rasm al-Qur’an) yang disinyalir oleh sebagian ulama sebagai dasar atau tonggak awal munculnya Ulumul Qur’an.

Lalu pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib, lahn (kerancuan) dalam bahasa dan berbahasa Arab semakin parah. Untuk membentengi bahasa Arab -dan tentunya al-Qur’an- dari berbagai kesalahan bacaan, maka khalifah Ali memerintahkan Abu al-Aswad ad-Du'ali untuk membuat kaidah (gramatikal) bahasa Arab. Karena peristiwa ini, sebagian ahli kemudian menyebut Ali sebagai pencetus ilmu Nahwu (gramatikal) atau ilmu I'rab al-Qur’an.

Dari uraian di atas, secara garis besar dapat dikatakan bahwa, perhatian para pembesar sahabat dan tabi'in waktu itu adalah menyebarkan Ulumul Qur’an secara riwayat dan talqin (dari lisan ke lisan), bukan dengan tulisan atau tadwin (kodifikasi). Kendati demikian, apa yang mereka lakukan dapat dikatakan sebagai permulaan proses penulisan atau kodifikasi Ulumul Qur’an.

Para sahabat yang mempunyai andil besar dalam proses periwayatan Ulumul Qur’an secara lisan ke lisan adalah empat khalifah rasyidin, Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, Abu Musa al-Asy'ari, Zaid bin Tsabit, dan Abdullah bin Zubair. Sedangkan dari kalangan tabi'in adalah Mujahid, 'Atha' ‘Ikrimah, Qatadah, Sa'id bin Jubair, al-Hasan al-Bashri, dan Zaid bin Aslam.

Mereka semua adalah para tokoh peletak batu pertama ilmu tafsir, ilmu asbabun nuzul, Ilmu nasikh mansukh, ilmu gharib al-Qur’an, dan sebagainya yang notabene adalah bagian dari disiplin ilmu Ulumul Qur’an.

3.     Masa Kodifikasi

Kemudian datanglah  masa  kodifikasi.  Di  era  ini, berbagai  kitab  tentang Ulamul  Qur'an  pun ditulis  dan  dikodifikasikan.  Namun,  poin yang  menjadi prioritas utama para ulama dimasa itu adalah ilmu tafsir, karena ilmu ini dianggap memiliki fungsi yang sangat vital dalam proses pemahaman dan penjelasan isi al- Qur’an. Adapun para penulis pertama dalam bidang tafsir adalah Syu'bah bin al- Hajjaj (160 H), Wali bin al-Jarrah (197 H) dan Sufyan bin Uyainah (198 H).

Tafsir- tafsir mereka berisi tentang pandangan dan pendapat para sahabat dan tabi'in. Hal ini  enunjukkan  betapa  besarnya perhatian  dan  semngat  para  ulama  untuk memahami dan menggali makna-makna yang terkandung dalam al-Qur’an.

Kemudian pada  abad  ke-3  Hijriyah  muncul  tokoh tafsir  pertama  yang membentangkan berbagai pendapat  dan mentarjih  sebagiannya.  Ia  adalah  Ibnu Jarir at-Thabari (310 H) dengan kitabnya, Jami' al-Bayan fi Tafsir Ayi al-Qur'an. Kemudian  proses  penulisan  tafsir  ini  terus  berlangsung  hingga  saat  sekarang dengan  model  dan  karakter  yang  berbeda-beda  antara  satu  masa dengan  masa yang lainnya.

Adapun terkait dengan cabang Ulumul Qur’an, ada beberapa ulama yang tercatat sebagai pioner dalam proses kodifikasi, antara lain:

a.       Abad ke-2 Hijriyah antara lain:

1)    Hasan al-Basri (w.110 H) mengarang kitab yang berkaitan dengan Qira'at.

2)   Atha' bin Abi Rabah (w.114 H) menyusun kitab Gharib al-Qur'an.

3)   Qatadah bin Di'amah as-Sadusi (w.117 H) berkaitan dengan Nasikh Mansukh.

b.       Abad ke-3 Hijriyah, antara lain:

1)    Abu Ubaid al-Qasim bin Salam (w.224 H) yang berkaitan dengan nasikh mansukh.

2)   Ali bin al-Madini (w.234 H) menulis kitab tentang Asbab an-Nuzul.

3)   Ibnu Qutaibah (w. 276 H) menulis Ta'wil Musykil al-Qur’an dan Tafsir Gharib al-Qur’an.

c.        Abad ke-4 Hijriyah antara lain:

1)    Abu Ishaq az-Zajjaj (w. 311 H) menulis tentang I'rab al-Qur’an.

2)   Ibnu Darastuwiyah (w.330 H) menulis tentang I'jazal-Qur'an.

3)   Abu Bakar as-Sajistani (w.330 H) menulis Tafsir Gharib al-Qur’an.

4)   Abu Bakar al-Bagillani (w.303 H) menulis tentang I'jazal-Qur'an.

d.      Abad ke-5 Hijriyah antara lain:

1)    Ali bin Ibrahim bin Sa'id al-Hufi (w.430 H) menulis tentang I'rab al- Qur'an.

2)   Al-Mawardi (w.450 H) menulis Amtsal al-Qur’an.

3)   Abu al-Hasan al-Wahidi (w.767 H) menulis Asbab an-Nuzul.

4)   Ibnu Naqiyah (w.485 H) menulis kitab al-Juman fi Tasybihat al-Qur’an.

e.       Abad ke-6 Hijriyah antara lain:

1)      Al-Karmani (w. sesudah tahun 500 H) menyusun kitab al-Burhan fi Mutasyabih al-Qur'an.

2)     Ar-Raghib al-Ashfahani (w.502 H) menyusun kitab al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an.

3)     Ibnu al-Badzisyi (w.540 H) menyusun kitab al-Iqna' fi Qira'at as-Sab'i.

4)     As-Suhaili (w.581 H) menyusun kitab Mubhamit al-Qur’an.

f.      Abad ke-7 Hijriyah antara lain:

1)      Alam ad-Din as-Sakhawi, menyusun kitab tentang qira'ah.

2)     Al-'Iz bin Abdussalam (w.660 H) menulis Majaz Al-Qur’an.

3)     Ibnu Abi al-Ashba (w.654 H) menyusun kitab Bada'i al-Qur'an.

4)     Muhammad bin Abu Bakar ar-Razi (w.660 H) menyusun As'ilat al-Qur'an wa Ajwibatuha.

g.       Abad ke-8 Hijriyah antara lain:

1)      Ibnu al-Qayyim (w.751 H) menyusun kitab At-Tibyan ft Aqsam al-Qur’an.

2)     Al-Kharraz (w.711 H) menyusun kitab Maurid al-Zham'an fiRasm Akruf al-Qur’an.

3)     At-Thufi (w.706 H) menyusun kitab al-Iksir ft Ilm at-Tafsir.

4)     Abu Hayyan an-Nahawi (w.745 H) menyusun kitab Lughat al-Qur'an.

5)     Ibnu Katsir (w.774 H), menyusun kitab Fadha'il al-Qur'an.

6)      Badruddin az-Zarkasyi (w.794 H) menulis kitab al-Burhan fi Ulum al- Qur’an, terdiri dari 4 jilid dan dikaji ulang oleh Muhammad Abu al-Fadhl  Ibrahim. Badruddin termasuk penulis terbaik dalam Ulumul Qur’an, terindah tata bahasanya dan sistematis penulisannya.

h.       Abad ke-9 Hijriyah antara lain:

1)      Ibnu Hajar (w. 852 H) menulis tentang Asbab an-Nuzul.

2)     Al-Kaffaji (w.879 H) menulis kitab at-Tafsir fi Qawa'id Ilm at-Tafsir.

3)     As-Suyuthi (w.911 H) menulis kitab Mufhimat al-Aqran fi Mubhamat al- Qur’an, Lubab an-Nuqul fi Asbab an-Nuzul, at-Tahbir fi 'ulum at-Tafsir. Dalam kitab ini terdapat 102 macam ilmu-ilmu al-Qur’an. Lalu as-Suyuthi menulis lagi sebuah kitab yang berjudul al-Itgan fi ‘Ulum al-Qur’an yang menyebutkan 80 jenis ilmu-ilmu al-Qur’an secara ringkas dan padat.

i.         Abad ke-10 Hijriyah antara lain:

1)      Al-Qasthalani (w.923 H) menulis kitab Lathaif al-Isyarat ft Ilm al-Qira'at.

2)     Abu Yahya Zakariya al-Anshari (w.926 H) menulis kitab Fath ar-Rahmin bi Kasyfi ma Yaltabisu fi al-Qur’an.

3)     Ibnu as-Syahnah (w.921 H) menulis tentang Gharib al-Qur’an.

j.         Abad ke-11 Hijriyah antara lain:

1)      Al-Banna' (w.1117 H) menyusun Ittihaf Fudhala’i al-Basyar fi Qira'at al- Arba'-'Asyar.

2)     As-Syaikh Mar'i al-Karami (w.1033 H) menyusun kitab Qala'id al-Marjan fi an-Nasikh wa al-Mansikh min al-Qur’an.

3)     Ahmad bin Muhammad al-Maqqari (w.1041 H) menyusun kitab I'rab al- Qur’an.

k.       Abad ke-12, Hijriyah antara lain:

1)      Abd al-Ghina an-Nablisi (w.1143 H) menulis kitab Kifayat al-Mustafid fi ‘Ilm at-Tajwid.

2)     Al-Jamzuri (w.1197 H) menulis kitab Tuhfat al-Athfal wa al-Ghilman fi Tajwid al-Qur’an.

3)     Muhammad bin 'Abdul Wahhab (w.1206 H) menulis kitab Fadha'i al- Qur’an.

l.         Abad ke-13 Hijriyah antara lain:

1)      Ad-Dimyathi (w.1287 H) menulis kitab Risalat fi Mabidi'i at-Tafsir

2)     Al-Harrani (hidup sekitar 1286 H) menulis kitab al-Jauhar al-Farid fi Rasm al-Qur’an al-Majid.

3)     Ibnu Hamid al-'Amiri (w.1295 H) menulis kitab an-Nasikh wa al- Mansukh.

m.     Abad ke-14 Hijriyah antara lain:

1)    Musthafa Shadiq ar-Rafi'i (w 1356 H) menulis kitab I'jaz al-Qur’an wa al- Balaghat al-Nabawiyyah.

2)   Dr. Muhammad Abdullah Darraz (w.1377 H) menulis kitab An Naba' al-Azhim.

3)   Sayyid Guthub (w 1387 H) menulis kitab at-Tashwir al-Fanni fi al-Qur’an dan Masyahid al-Qiyamah fi al-Qur’an.

4)  Muhammad Husain adz-Dzahabi (w.1397 H) menulis kitab at-Tafsir wa al-Mufassirun.


Itulah para ulama dan karya-karya yang terkait dengan pembahasan Ulumul Qur’an di masalampau, yang relatif cukup banyak jumlahnya. Dengan beredarnya karya-karya tersebut, maka berbagai karya terkait dengan disiplin ilmu Ulumul Qur’an pun semakin banyak ditemukan. Selanjutnya, cabang-cabang Ulumul Qur’an terus mengalami perkembangan pesat yang dibuktikan dengan lahirnya tokoh-tokoh yang selalu memberikan sumbangsih hasil karyanya untuk melengkapi pembahasan-pembahasan yang berhubungan dengan ilmu-ilmu dari Ulumul Qur’an tersebut.

Aspek Pembahasan makna al-Qur’an  


 

Komentar

Postingan Populer